Home / News / Perbatasan Thailand-Kamboja: Lelah Bertikai, Warga Ingin Hidup Rukun

Perbatasan Thailand-Kamboja: Lelah Bertikai, Warga Ingin Hidup Rukun

warga kamboja dan thailand ingin berdamai

Jakarta, viralhariini.com – Wilayah perbatasan Thailand-Kamboja selama bertahun-tahun dikenal sebagai zona “abu-abu”, penuh dengan harapan dan tantangan. Namun, di luar segala headline negatif yang sering mendominasi pemberitaan, muncul cerita-cerita nyata tentang penduduk lokal yang justru memilih hidup berdampingan dengan damai. Warga dari kedua sisi perbatasan kini makin banyak yang sadar, hidup harmonis dengan tetangga lintas negara jauh lebih berharga. Daripada mempertahankan sentimen lama atau perbedaan budaya.

Keinginan Damai di Tengah Perbedaan

Gambaran hubungan warga perbatasan Thailand-Kamboja ini mirip seperti dua rumah tetangga yang terpisah pagar sederhana. Kadang berbeda selera makanan, kadang bersaing waktu panen, kadang juga saling sirik soal siapa yang punya pesta lebih meriah. Tapi pada akhirnya mereka tetap saling bantu jika satu rumah kena musibah, atau saat ada kebutuhan yang tidak bisa diselesaikan sendiri. Begitu pun di perbatasan: warga yang tinggal di wilayah Thailand atau Kamboja. Mereka punya bahasa, agama, bahkan bendera berbeda, tapi punya semangat yang sama; mencari nafkah, membesarkan keluarga, dan hidup tenteram.

Realitasnya, perbatasan bukan cuma garis peta. Ia lebih seperti kebun belakang rumah yang siapa pun boleh lewat dan berbagi hasil panen—entah itu sayur, ikan, bahkan kisah hidup. Banyak keluarga yang sudah turun-temurun hidup berdampingan; mereka belanja di pasar yang sama, pergi ke sekolah yang sama, bahkan menikah lintas negara.

Kolaborasi dan Kehidupan Sehari-hari

Damainya hubungan warga perbatasan bisa dilihat dari rutinitas harian mereka. Setiap pagi, pasar-pasar tradisional di dekat perbatasan selalu ramai dengan transaksi lintas mata uang—baht Thailand dan riel Kamboja bercampur di antara deretan sayur dan buah. Anak-anak belajar arti keberagaman lewat permainan, meski bahasanya bercampur-campur antara Thai, Khmer, dan kadang bahasa Melayu dari wilayah selatan.

Analogi yang pas, kawasan ini seperti kompleks kos mahasiswa dari kampus berbeda: punya asal, suku, bahkan atribut almamater beragam, namun di dapur bersama tetap saling tukar lauk, sambil berbagi cerita dan tawa.

Mengatasi Rasa Curiga, Melahirkan Rasa Percaya

Konflik antarnegara itu ibarat pertengkaran antar dua anak kecil yang ramai di depan para orang tua. Kadang lebih banyak emosi, kadang oleh sejarah lama yang belum sepenuhnya pulih. Namun warga kedua negara kini makin dewasa. Mereka sadar, jika terus berpegangan pada dendam, hidup tak akan pernah tenteram. Maka, mulai banyak ruang diskusi dan komunitas lokal yang mempertemukan warga dua negara. Acara olahraga, festival kuliner, bahkan upacara adat lintas budaya dijadikan momentum memperkuat rasa persaudaraan.

Mungkin persis seperti band sekolah berbeda yang akhirnya gabung membentuk grup musik baru—setiap orang boleh punya genre favorit, tapi harmoni tercipta kalau semua tahu waktu untuk berkompromi dan saling menghargai.

Harapan Generasi Baru

Anak-anak muda di perbatasan Thailand-Kamboja kini sudah lebih terbuka. Banyak yang punya teman karib dari seberang, saling bertukar info soal film, musik, sampai tren gaya hidup terbaru. Mereka aktif di media sosial bersama, bahkan sering berkolaborasi bikin konten yang justru viral dan membantu mempererat hubungan lintas negara. Orang-orang tua pun mulai percaya, masa depan damai itu bisa dari hal-hal sederhana: kejujuran, berbagi, dan tidak saling curiga kepada tetangga dekat.

Damainya perbatasan Thailand-Kamboja hari ini ibarat pertandingan sepak bola antar kampung yang seru tapi tetap kompak saling tos di akhir laga. Tidak ada batas kaku soal nasionalisme, semua sepakat bahwa damai dan akur adalah investasi masa depan yang tidak lekang ditelan musim.

Penutup

Cerita-cerita nyata dari perbatasan membuktikan, keberagaman bukan halangan untuk hidup akur—bahkan justru jadi kekuatan utama untuk bertahan di tengah tantangan zaman. Kehidupan di garis batas Thailand-Kamboja adalah contoh nyata bahwa damai bukan sekadar harapan. Keputusan bersama yang rutin setiap hari, dalam skala kecil tapi berdampak besar. Bukankah seperti pepatah lama, “tetangga dekat lebih berarti daripada saudara jauh”?

Baca juga : Kamboja Serukan Gencatan Senjata Dengan Thailand Tanpa Syarat

Tag:

Satu Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *